Rabu, 02 April 2008

Jalankah Keppres 14 /2007 ?

Jalankah Keppres 14 /2007 ?

Interplasi interplasi dan interplasi itulah kata yang cukup akrab di telinga kita yuang di ajukan beberap anggota DPR, padahal daari beberapa interplasi yang ditunjukan kepada Presiden slalu dengan hasil yang kurang memuaskan bagi wakil rakyat tersebut. Itupun tidak semata-mata kesalahan Presiden melainkan kesalahan DPR yang mengajukan interplasi kepada pemerintah dan bukan kepada presiden, mengapa demikian karena kata pemerintahan terdiri dari presiden, wakil presiden dan para menteri menterinya, tetapi tindakan walk-out yang dilakukan anggota DPR bukanlah karena karena ketidak datangan presiden melainkan tidak adanya tanda tangan beliau dalam berkas jawaban yang disampaikan dalam sidang paripurna beberapa waktu lalu, dan muncul dugaan bahwa presiden tidak memperhatikan derita korban lapindo dan hanya diwakilkan oleh para menteri menterinya yang terkait.

Sampai saat ini sayapun masih bingung dengan tindakan DPR yang berupaya mengajukan hak Interplasi kepada pemerintahan, DPR kayaknya tidak bosan-bosan melakukan interplasi yang selalu dengan hasil yang kurang memuaskan seperti yang terjadi pada kasus resolusi Iran dan BLBI ( Bantuan Likuiditas Bank Indonesia ), toh apapun hasil dari interplasi tersebut tidak terlalu direspons oleh korban luapan lumpur sidoorjo. Harusnya DPR & Pemerintahan sekarang tahu apa yang diharapkan oleh warga porong, bukanya memikirkan status apa yang akan diberikan kepada luapan lumpur tersebut baik venomena alam ( mud volcanologi ) atau human error , apalagi sekarang mulai bermunculan gelembung-gelembung gas yang mudah tebakar baik yang bercampur air atau dari retakan tanah dan bangunan, fatalnya lagi gas ini telah menyebabkan korban keracunan dan ledakan yang diakibatkan dari gas tersebut.

Tindakan presiden atas Keppres no 14 tahun 2007 yang merupakan pembaruhan dari kerpres no 13 tahun 2008 sangatlah terburu buru melihat luapan tersebut sampai saat ini belum jelas kapan berhentinya dan secara tidak langsung kepres tersebut memberikan ruang sempit kepada korban lumpur lapindo, dan hanya menimbulkan masalah diskriminatif sdesama korban lumpur. Apa yang terjadi ?, demostrasilah yang sering terjadi yang dilakukan oleh warga empat desa yang menuntut wilayahnya dimasukan kedalam peta terdampak langsung lumpur lapindo.usaha yang dilakukan oleh korban Lumpur lapindo yang tak tercantum pada peta terdampak akahirnya berbuah hasil setelah pada tanggal 28 februari 2008 pemerintahan bersedia menganti rugi atas tanah dan bangunan mereka yang semula tuntutan mereka terdiri dari empat desa namun yang mendapat ganti rugi hanya desa besuki, kedung cangkring dan penjarakan sayangnya dana ganti rugi sebesar 700 miliar ini berasal dari APBN dan tidak berasal dari lapindo yang menjadi dalang dalam kasus luapan Lumpur tersebut,

Upaya untuk menutup sumber lumpur telah banyak dilakukan diantaranya dengan relief well, insersi bola beton atas usulan ITB dan kolam megaraksa , dari beberapa eksperimen tersebut tidak ada satupun yang menuai hasil positif. Sebuah konferensi pers yang dilakukan oleh Solahudin wahid dengan sejumlah pakar dari ITB yang dilakukan pada tanngal 22 februari di jakarta memberikan sedikit harapan bagi warga porong dan sekitarnya karena dari konfrensi tersebut solahudin wahid yang akrab dengan sapaan gus- solah ini mengklaim dapat menghentikan lumpur lapindo dengan biaya kurang dari

1 triliun yang lebih murah dibanding dengan upaya yang sebelumnya pernah dicoba. Di- tempat yang sama gus solah juga berpendapat bahwa kasus lapindo ini menjadi konspirasi politik terkait di temukanya majalah yang didalamnya berisi tentang wawancara kepada seorang pakar pengeboran pertamina yang mengatakan bahwa lumpur lapindo dapat di tutup,tetapi majalah tersebut malah hilang dari peredaran dan entah siapa yang yang bermain dibelakang ini, dan seakan akan ada pihak yang sengaja menutupi fakta yang sebenanya..

Dalam tulisan ini pertama saya berharap kepada tim yang telah dibentuk antara lain BPLS & TP2LS agar bersikap realitis dan tidak bersikap pro dengan lapindo brantas dengan hanya mendengarkan pendapat dari sumber yang menyatakan lumpur lapindo ialah venomena alam, dan mengawasi atau dengan kata lain hanya meneriaki awas ketika lumpur datang. Kedua jangan-jangan lapindo brantas telah mempersiapkan skenario ini terkait ditempat yang tak terlalu jauh dengan sumber lumpur porong, lapindo juga mempunyai 22 titik sumur gas alam. Ketiga semoga kelanjutan ganti rugi kepada korban Lumpur lapindo yang tinggal 80 % dari batas akhir pembayaran tangal 8 maret akan terlunasi semua seperti yang tercantum dalam Keppres no 14 tahun 2007.


Tidak ada komentar: